Langsung ke konten utama

Intelegensi Pada Perkembangan Peserta Didik

Manusia

diciptakan dan dengan dilengkapi dengan kecerdasan yang memiliki kemampuan luar biasa, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain dan kec erdasan sebagai suatu kemampuan ini pulalah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dimuka bumi ini, dengan kecerdasan ini pula manusia dapat menjalani kehidupan yang dinamis dan beadab.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
1.2. Rumusan masalah
1.       Apa pengertian INTELEGENSI ?
2.       Bagaimana psikologi dalam proses belajar anak ?
3.       Bagaimana hubungan belajar dan berpikir ?
1.3. Tujuan
mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan :
1.       prinsip-prinsip dalam belajar
2.       proses brpikir yang baik dan benar
3.       teori-teori dalam beljar
1.4. Sasaran yang ingin di capai
Pembuatan makalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kami Ibu Meilla, M.pd kepada kami ( kelompok 2 ), sebagai tugas kelompok presentasi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penyampai materi dan bagi rekan-rekan semua pada umumnya dalam menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.
A.      Pengertian Intelegensi
Pengertian Intelegensi Secara Etimologis
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere”. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noeseis”. Intelegensi berasal dari kata Latin,yang berarti memahami. Jadi intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi untuk memahami sesuatu.
Menurut para ahli
David Wechsler ,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
S.C Utami Munandar
Secara umum intelegensi dirumuskan sebagai berikut :
a.       Kemampuan untuk berpikir abstrak
b.      Kemampuan untuk menangkap hubungan – hubungan dan untuk belajar
c.       Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi – situasi baru
L.L. Thurstone
7 faktor dasar seseorang mempunyai intelegensi yang baik :
a.       Verbal comprehension (v), kecakapan untuk memahami pengertian yang diucapkan dengan kata – kata.
b.      Word fluency (w), kecakapan dan kefasihan dalam menggunakan kata – kata.
c.       Number (n), kecakapan untuk memecahkan soal matematika.
d.      Space (s), kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal
e.      Memory (m), kecakapan untuk mengingat
f.        Perceptual (p), kecakapan mengamati dan menafsirkan.
g.       Reasoning (r), kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip – prinsip.
Edward Thorndike
“intelligence is demonstrable in ability of the individual to make good response from the stand point of truth or fact” (intelegensi adalah kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat (baik)terhadap stimulasi yang diterimanya.)
Dari berbagai pendapat dapat diatas disimpulkan bahwa inteligensi adalah
1.       Kemampuan untuk berfikir secara konvergen (memusat) dan divergen (menyebar)
2.       Kemampuan berfikir secara abstrak
3.       Kemampuan berfikir dan bertindak secara terarah, bertujuan, dan rasional
4.       Kemampuan untuk menyatukan pengalaman‑pengalaman
5.       Kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari
6.       Kemampuan untuk belajar dengan lebih baik,
7.       Kemampuan untuk menyelesaikan tugas‑tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual
8.       Kemampuan untuk menyesuaikan diri dan merespon terhadap situasi‑situasi baru
9.       Kemampuan untuk memahami masalah dan memecahkannya.
Karena intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi sebenarnya tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Ciri-ciri intelegensi
1.       Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional (intelegensi dapat diamati secara langsung).
2.       Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
Ciri – ciri tingkah laku yang intelegen menurut Effendi dan Praja (1993):
1.       Purposeful behavior, artinya selalu terarah pada tujuan atau mempunyai tujuan yang jelas.
2.       Organized behavior, artinya tingkah laku yang terkoordinasi, senua tenaga dan alat – alat yang digunakan dalam suatu pemecahan masalah terkoordinasi dengan baik.
3.       Physical well toned behavior, artinya memiliki sikap jasmaniah yang baik, penuh tenaga, ketangkasan, dan kepatuhan.
4.       Adaptable behavior, artinya tingkah laku yang luas fleksibel, tidak statis, dan kaku, tetapi selalu siap untuk mengadakan penyesuaian/perubahan terhadap situasi yang baru.
5.       Success oriented behavior, artinya tingkah laku yang didasari rasa aman, tenang, gairah, penuh kepercayaan, akan sukses/optimal.
6.       Clearly motivated behavior, artinya tingkah laku yang memenuhi kebutuhannya dan bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat.
7.       Rapid behavior, artinya tingkah laku yang efisien, efektif dan cepat atau menggunakan waktu yang singkat.
8.       Broad behavior, artinya tingkah laku yang mempunyai latar belakang dan pandangan luas yang meliputi sikap dasar dan jiwa yang terbuka.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
·         Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
·         Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
TEORI – TEORI INTELIGENSI
Teori – teori inteligensi dibedakan menjadi empat macam, diantaranya:
Teori Faktor
Teori ini dikembangkan oleh Spearman, dia mengembangkan teori dua factor dalam kemampuan mental manusia. Yakni :
1.       teori factor “g” (factor kemampuan umum) : kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas – tugas secara umum (misalnya, kemampuan menyelesaikan soal – soal matematika)
2.       teori factor “s” (factor kemampuan khusus) : kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas – tugas secara khusus (misalnya, mengerjakan soal – soal perkalian,atau penambahan dalam matematika)
Teori Struktural Intelektual
Teori ini dikembangkan oleh Guilford, dia mengatakan bahwa tiap tiap kemampuan memiliki jenis keunikan tersendiri dalam aktifitas mental atau pikiran (operation), isi informasi (content), dan hasil informasi (product).
Teori Kognitif
Teori ini dikembangkan oleh Sternberg menurutnya inteligensi dapat dianalisis kedalam beberapa komponen yang dapat membantu seseorang untuk memecahkan masalahnya diantaranya :
1.       Metakomponen adalah proses pengendalian yang terletak pada urutan lebih tinggi yang digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor, dan mengevaluasi kinerja dalam suatu tugas
2.       Komponen kinerja adalah proses – proses pada urutan lebih rendah yang digunakan untuk melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja dalam tugas
3.       Komponen perolehan pengetahuan adalah proses – proses yang terlibat dalam mempelajari informasi baru dan penyimpanannya dalam ingatan
Teori Inteligensi Majemuk (multiple intelligences)
Teori ini dikembangkan oleh Howard Gadner, dalam teorinya ia mengemukakan sedikitnya ada tujuh jenis inteligensi yang dimiliki manusia secara alami, diantaranya :
1.       Inteligensi bahasa (verbal or linguistic intelligence) yaitu kemampuan memanipulasi kata –kata didalam bentuk lisan atau tulisan. Misalnya membuat puisi
2.       Inteligensi matematika‑logika (mathematical‑logical) yaitu kemampuan memanipulasi system‑sistemangka dan konsep‑konsep menurut logika. Misalkan para ilmuwan bidang fisika, matematika
3.       Inteligensi ruang (spatial intelligence) adalah kemampuan untuk melihat dan memanipulasi pola‑pola dan rancangan. Contohnya pelaut, insinyur dan dokter bedah
4.       Inteligensi musik (musical intelligence)adalah kemampuan memahami dan memanipulasi konsep‑konsep musik. Contohnya intonasi, irama, harmoni
5.       Inteligensi gerak‑tubuh(bodily‑kinesthetic intelligence)yakni kemampuan untuk menggunakan tubuh dan gerak. Misalkan penari, atlet
6.       Inteligensi intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami perasaan – perasaan sendiri, refleksi, pengetahuan batin, dan filosofinya,contohnya ahli sufi dan agamawan
7.       Inteligensi interpersonal yaitu kemmampuan memahami orang lain, pikiran maupun perasaan – perasaannya, misalnya politis, petugas klinik, psikiater
Inteligensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford- Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
alah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence).
Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS ( Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC ( Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak. Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula.
Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas. Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan.
Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
A.      Kesimpulan
belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman yang bisa mempengaruhi tingkah laku organisme itu. Berpikiradalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.
Pada kenyataannya, proses pembelajaran berpikir menyangkut tiga hal, yaitu :
Teaching of Thinking;
Teaching for Thinking; dan
Teaching about Thinking.
Artinya, dalam pelaksanaan pembelajaran kita tidak mungkin melepaskan ketiga aspek di atas. Contohnya, untuk dapat melatih keterampilan berpikir tertentu kepada siswa sangat diperlukan suasana yang mendukung serta metodologi yang dianggap efektif. Oleh karenanya, ketiga hal di atas memiliki keterkaitan yang sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembahasan kalkulus dan geometri analitis edisi kelima jilid 1 bab 1 sub bab 1

Anda pasti masih ingat bagaimana memanipulasi bilangan, tetapi tidak ada salahnya untuk mengulang kembali sejenak. Dalam soal-soal 1-20, sederhanakan sebanyak mungkin. Pastikan untuk menghilangkan semua tanda kurung dan memudahkan semua pecahan. (kelihatannya dimulai dulu dari soal-soal yang sederhana  Jawaban atau pembahasan soal Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I, karangan Edwin J. Purcell dan Dale Varberg, soal no. 1 Jawaban atau pembahasan soal Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I, karangan Edwin J. Purcell dan Dale Varberg, soal no. 39 Buktikan bahwa rata-rata dua buah bilangan terletak di antara kedua bilangan itu, artinya, buktikan bahwa: Jawaban atau pembahasan soal Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I, karangan Edwin J. Purcell dan Dale Varberg, soal no. 40 gak pusing kan.........?? Jawaban atau pembahasan soal Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I, karangan Edwin J. Purcell dan Dale Varberg, soal no. 2 Jawaban atau pembahasan soal Kalkulus dan

Determinan Dengan Reduksi Baris

Determinan matriks digunakan ketika mencari invers matriks dan ketika menyelesaikan sistem persamaan linear dengan menggunakan aturan cramer. Untuk menyelesaikan masalah determinan tidak selalu harus diselesaikan dengan menggunakan rumus determinan yang kompleks. Ada beberapa sifat yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan determinan agar penyelesaian permasalahan determinan matriks menjadi lebih mudah. Reduksi baris merupakan salah satu cara untuk mengetahui determinan suatu matriks yang tidak memerhatikan seberapa besar ukuran matriks tersebut. Metode ini penting untuk menghindari perhitungan panjang yang terlibat dalam penerapan definisi determinan secara langsung. Dibawah ini akan saya bahas bagaimana menyelesaikan determinan dengan reduksi baris

Menggambar Grafik Canggih Materi Kalkulus

Ketika di SMU,  tentunya telah dipelajari, bagaimana melukis grafik fungsi linear dan fungsi kuadrat, demikian juga dengan grafik fungsi-fungsi trigonometri. Kemudian di tingkat Universitas, tentunya telah diperkenalkan beberapa grafik fungsi dengan bentuk persamaan yang sedikit lebih rumit. Sekarang, bagaimanakah cara melukis grafik fungsi yang mempunyai persamaan yang rumit, tidak sederhana? Dalam pasal sebelumnya kita sudah memperlakukan penggambaran grafik secara sederhana, kita mengusulkan untuk merajah titik cukup banyak sehingga ciri dasar dari grafik menjadi jelas. Kita menyebutkan bahwa kesimetrian grafik dapat mengurangi usaha yang tercakup. Kita sarankan agar hati-hati terhadap asimtot-asimtot yang mungkin, tetapi persamaan yang harus digambar grafiknya rumit atau jika ingin grafik yang sangat cermat teknik-teknik pada bab I tidak memadai. Kalkulus menyediakan alat ampuh untuk menganalisis struktur grafik secara baik, khususnya dalam mengenali titik-titik tempat terjadi